Monday, February 22, 2010

smaradhana

Berikut ini merupakan cuplikan percakapan dua anak manusia. Menjelang tengah malam
Yang satu disini, yang satu disana. Terpisah jarak berkilometer jauhnya
Disatukan melalui teknologi, Messenger namanya


Dia      : sudah, cari yang lain saja.. masih banyak yang lain kok.
Dirinya : gak mau, orang nyambungnya sama yang ini..

Dia      : woh, ingat dia sudah ada yang punya.. dosa, dosa..
Dirinya : loh, emangnya aku ngapain ? gak ngapa-ngapain kok

Dia      : main api ini namanya
Dirinya : hehe

Dia      : awas terbakar nanti, gosong..
Dirinya : makanya apinya dikecilin, biar gak gosong..

Dia      : iya, itu sebelum tak siram pake bensin apinya nanti.. haha..
Dirinya : kamu gak akan berbuat itu kok, aku tau.. kamu kan baik..

Dia      : yo weis, dikasih tau gak mau ngerti
Dirinya : aku gak macem-macem kok.. (serius)

Dia dan Dirinya : -sign out-


Gusti mirah ingsun yayi
paranbaya susahira
yen ingsun ngemasi layon
dhuh mirahku tingalana
dasihmu ketiwasan
kalebu ing akalipun
para dewa padha cidra

Enggonmu ngandhet mring mami
wusanane sida teka
saujarmu nora linyok
ing mengko ingsun kataman
dedukaning bathara
geseng temah dadi awu
keparak dening dahana

bab tulungana yayi
ngendi nggone ulatana
uripku
gawanen mrene
adhuh kadi dudu dewa
kena ing ngeni wisa
mirah siramen dasihmu
geseng tyasku dadi mawa

ana kene aku Gusti
ing gunung anandhang papa
nusula ywa suwe-suwe
mangkana sambatira Sang
Kamajaya mring garwa
Amelas asih katunu
Madyaning mahadahana

Aduh Gusti, Adinda yang kusayangi, apakah gerangan, susah hatinya, bila saya sampai meninggal.
Aduh, adinda lihatlah cintamu kena celaka, masuk kena tipu daya.
Pada dewata sama curang, perbuatanmu mencegah kepada saya akhirnya terjadi.
Semua kata-katamu terjadi sungguh, sekarang saya terkena kemarahan Betara.
Hangus akhirnya menjadi abu, terbakar oleh api. Babo, tolonglah adinda, dimana saja tempatnya amat-amatilah.
Hidupku terbawa sampai ke sini, aduh bukan seperti dewata.
Tertimpa oleh api yang berbisa.
Adinda mandikan cintamu, yang hangus hatinya menjadi bara.
Gusti, saya ada disini, di gunung, menderita celaka.
Susul jangan lama-lama, demikian keluhnya kepada isteri.
Sangat menyedihkan, terbakar di tengah api yang besar sekali

*(dari novel Astral Astria-Fira Basuki hal.325-327, kutipan diambil dari Serat Smaradhana oleh Empu Dharmaja)
 
Entah kenapa, tiba-tiba jadi inget kutipan syair diatas Serat Smaradhana
Jadi ingin menulisnya, jadi teringat pula akan seseorang yang sedang terbakar api
Tapi tidak sampai gosong, atau setidaknya (dia) tidak akan menggosongkan dirinya.
Apalagi kalau api ini akibat perbuatannya sendiri.
Dari syair diatas saya suka bagian ini :
Tertimpa oleh api yang berbisa. (Sangat menyedihkan, terbakar di tengah api yang besar sekali)
Dari terjemahan diatas saya suka bagian ini..
api sendiri sudah panas bukan kepalang, ditambah ‘berbisa’ apalah jadinya kalo terkena.
Apa rasanya terkena “api yang berbisa?’
Entahlah mana ku tahu?
Tapi mungkin Dirinya (dari percakapan diatas tahu)
 (Sangat menyedihkan, terbakar di tengah api yang besar sekali)
(Dia) menasehati ‘awas, jangan main api terbakar nanti’
Agar kamu tidak jadi menyedihkan terbakar hidup-hidup didalamnya.

Jadi ingat juga quotes seorang penyair hasil googling :

I hold it true, whate'er befall, I feel it, when I sorrow most,
'Tis better to have loved and lost, Than never to have loved at all
(Alfred Tennyson, Poet Laureate of the United Kingdom)

Maka, terbakarlah kau wahai (Dirinya)
Karena katanya 'Tis better to have loved and lost, Than never to have loved at all





I Carry Your Heart With Me (von E.E Cunning's)

Satu puisi dari film In Her Shoes.
Mungkin terdengar picisan tapi saya gak peduli, karena saya suka.
Saya terharu saat pertama kali mendengarnya.
Untuk semua orang diluar sana yang sudah memiliki seseorang. Bisa pacar, istri, suami, teman, sahabat, TTM, secret admirer, selingkuhan (eh yang terakhir ini gak termasuk deng) apapun itu lah.
Untuk semua diluar sana yang memiliki tempat sandaran, curahan perasaan, sansak hidup, ‘tempat sampah’, apapun sebutannya.
Ah, sudahlah baca saja, renungi, siapa tau bisa juga terharu kayak saya

I carry your heart with me (I carry it in my heart)
von E.E Cunnings
I carry your heart with me (I carry it in my heart)
I am never without it (anywhere i go you go, my dear;
and whatever is done by only me is your doing, my darling)
I fear no fate (for you are my fate, my sweet)
I want no world (for beautiful you are my world,my true)
and it’s you are whatever a moon has always meant
and whatever a sun will always sing is you
Here is the deepest secret nobody knows
(here is the root of the root and the bud of the bud
and the sky of the sky of a tree called life; which grows
higher than the soul can hope or mind can hide)
and this is the wonder that’s keeping the stars apart…
I carry your heart (I carry it in my heart)

Dari syair diatas saya suka bagian ini :
here is the root of the root and the bud of the bud
and the sky of the sky of a tree called life; which grows
higher than the soul can hope or mind can hide)
and this is the wonder that’s keeping the stars apart

Kamu adalah akar dari akar
Sahabat dari sahabat
Langit dari langit dari sebuah pohon yang disebut Kehidupan
Yang tumbuh lebih tinggi dari jiwa yang dapat mengharap,
atau pikiran yang menyamarkan
Dan engkaulah Keajaiban yang membuat bintang-bintang tetap pada tempatnya

                                                     

Untuk seseorang yang telah membuka mata saya.
Kalau ada yang namanya ‘sahabat sejati’ itu ada.
Banyak belajar saya darinya.
Dibalik semua yang ada didirinya.
Saya paling kagum akan kesederhanaannya.
Itu yang jarang saya temui didiri seseorang.
Semoga dia suka, karena hanya ini yang saya bisa.
(buat yang menyebut dirinya Mooncatz, happy beloved birthday darling)




selir hati (oooh, aku rela)


Jadi iseng mau nulis tentang lagu ini.
Liriknya tuh dalem banget.
Judulnya aja udah selir hati.
Judul yang pintar menurut saya (bravo buat Ahmad Dhani)
Selir menurut KBBI 1se·lir Jw n gundik;
sementara Gundik itu menurut KBBI gun·dik n 1 istri tidak resmi; selir; 2 perempuan piaraan (bini gelap);
Berikut liriknya (T.R.I.A.D-selir hati) :


aku cinta kamu
tapi kamu tak cinta aku
ku tak pernah tahu apa salahku
hingga kamu tak suka aku
tak mau aku

mungkin di matamu
aku tak pantas untukmu
tapi tak mengapa
aku sadari kekuranganku ini
reff:
aku rela oh aku rela
bila aku hanya menjadi
selir hatimu untuk selamanya
oh aku rela ku rela
aku sudah bilang
ku kan terus mengagumi
ku kan terus cinta
terus merindu
meski kau diam saja
kau diam saja
aku rela ooo aku rela
bila aku hanya menjadi
selir hatimu untuk selamanya
ooo aku rela ku rela
ooo aku rela ku rela 

Oke, kita gak akan membahas tentang perselingkuhan kayak ditipi, atau disinetron-sinetron itu.
Tapi saya iseng mikir, pernah gak sih kita memiliki Selir meskipun hanya dihati atau pikiran?
Berselingkuh dalam hati, hanya sekedar membayangkan dengan orang lain, atau bahkan memiliki perasaan sayang terhadap seseorang yang dengan (warasnya) kita tahu bahwa dalam kehidupan nyata kita GAK mungkin dan TIDAK akan pernah mungkin untuk memliki hubungan nyata terhadap orang itu.

Saya punya.
Seorang teman dekat saya punya
Dan saya yakin banyak orang diluar sana punya (mereka gak mau ngaku aja, HAYO.. !)
Pernah gak sih memerdekakan pikiran kita untuk sebebas-bebasnya ‘rela’ terjatuh dalam perasaan semu itu?
Kayak lirik lagu diatas?


aku sudah bilang
ku kan terus mengagumi
ku kan terus cinta
terus merindu
meski kau diam saja
kau diam saja

ooo aku rela ku rela
ooo aku rela ku rela


Ketika sedang bersama orang lain, berharap kita sedang bersama’nya’
Ketika kita sedang ditelpon, berharap dia yang sedang berbicara diujung sana
Ketika kita sedang tertawa, berharap dia yang sedang menceritakan leluconnya
Ketika kita sedih, berharap dia yang bertanya ‘sedih, kenapa?’
Hahaha (sangar ini, sadis, kronis gawatnya)
Ingat, cuma berharap lho (gak lebih, suer)

Salahkah kita?
Tidak, menurut saya.
Entahlah itu pendapat saya.
Tapi sekali lagi, saya gak akan membahas mana yang salah dan mana yang benar
Tidak disini.

Selama kita setia dengan yang ‘nyata’
Selama ‘mereka’ yang semu itu hanya hidup dalam pikiran, hati kita
Selama yang ‘nyata’ tersebut masih aman dan tenteram, nyaman dengan kesetiaan kita
Selama-lamanya mungkin


“mereka’ hanya berwujud semu, meskipun wujud mereka nyata tapi setidaknya ‘ke-nyataan’ mereka tidak akan (atau kita tidak akan membiarkan) ‘ke-nyataan’ mereka menjadi boomerang bagi kita akan kenyataan dengan yang ‘nyata’ itu.
Hehe.


Thursday, February 4, 2010

menangislah (Rumi)

Menangislah!

Karena tangisan awan, taman pun tersenyum
Karena tangisan bayi, air susu pun mengalir

Pada suatu hari ketika bayi tahu cara, ia berkata
“Aku akan menangis agar perawat penyayang tiba”

Tidakkah kamu tahu bahwa Sang Perawat Agung
Tidak akan berikan susu jika kamu tidak meraung

Tuhan berfirman, “Menangislah sebanyak-banyaknya”
Dengarkan, anugrah Tuhan kan curahkan air susunya

Tangisan awan dan panas mentari
Adalah tiang dunia, rajutlah keduanya

Jika tak ada panas mentari dan tangisan awan
Mana mungkin bakal kembang semua badan

Mana mungkin musim silih berganti
Jika kemilau dan tangis ini berhenti

Mentari yang membakar dan awan yang menangis
Itulah yang membuat dunia segar dan manis

Biarkan matahari kecerdasanmu terus-menerus terbakar
Biarkan matamu, seperti awan, kemilau karena airmata yang keluar

Menangislah seperti rengekan anak kecil, jangan makan rotimu
karena roti jasmanimu akan mengeringkan air ruhanimu

Ketika tubuhmu rimbun dengan dedaunan yang subur
Siang malam batang rohmu melepaskannya seperti musim gugur

Kerimbunan tubuhmu adalah kerontangan rohmu
Segeralah, jatuhkan tubuhmu, tumbuhkan rohmu!

Pinjami Tuhan, pinjamkan kerimbunan tubuhmu
Tukarkan dengan taman yang merkah dalam jiwamu

Berikan pinjaman, kurangi makanan badanmu
Biar tampaklah muka yang dulu tak terlihat matamu

Ketika badan mengeluarkan semua kotoran keji
Tuhan mengisinya dengan mutiara dan kesturi

Orang itu telah menukar kotoran dengan kesucian
Dari “Dia sucikan kamu” ia peroleh kenikmatan

-Matsnawi, Buku Kelima 65-149-

Satu puisi lagi dari Rumi
Saya sedih kalo baca yang ini.
Mungkin karena akhir-akhir ini hidup menjadi sangat berat.
Seperti yang dikatakan Socrates (disalah satu tulisan seorang teman) :

“Hidup yang tak teruji adalah hidup yang tak layak" dan tanda bahwa manusia masih hidup adalah ketika dia mengalami kegagalan dan penderitaan, lebih baik kita tau mengapa kita gagal daripada tau mengapa kita berhasil”

Mungkin akhir-akhir ini saya sedang merasakan ‘benar-benar’ hidup
Merasakan nikmat akan sakitnya.
Seperti tagline MP saya ‘live while i’m alive’ seakan-akan diuji mau seberapa hidupkah kamu prytha? (hehe, bonyok.com)
Kembali ke puisi diatas.
Saya secara gak sengaja menemukan puisi ini, teronggok disebuah forum diskusi milik fbnya Jalaludin Rakhmat.

Ini beberapa bait yang saya suka :
Tuhan berfirman, “Menangislah sebanyak-banyaknya”
Dengarkan, anugrah Tuhan kan curahkan air susunya

Sepertinya bait ini senada dengan salah satu quotes yang pernah saya baca :
tahukah kamu, ketika kamu sedang menangis sesungguhnya Tuhan sedang menghitung bulir-bulir air matamu?’

Terharu tiap kali membaca quotes tadi.
Saya mulai berhenti menangis akhir-akhir ini, mungkin karena terlalu lelah.
Kadang sangat sulit rasanya bahkan hanya untuk jadi diri sendiri
Tapi ketika membaca bait diatas, saya hanya ingin menangis lagi (mungkin, untuk yang kesekian kalinya) karena saya menunggu ‘air susunya’

Ketika tubuhmu rimbun dengan dedaunan yang subur
Siang malam batang rohmu melepaskannya seperti musim gugur
Kerimbunan tubuhmu adalah kerontangan rohmu
Segeralah, jatuhkan tubuhmu, tumbuhkan rohmu!


Semuanya itu akan berbalik, berpaling kepadaNya.
Seberapa banyak keinginan yang kamu punya, seberapa banyak hasrat yang ada, seberapa berapa ‘apa-apa’ yang ada dalam diri kita, banyak, tak terhitung. Karena kita manusia, kita selalu mau, selalu minta, selalu kurang, selalu, seringkali seperti itu. Itulah kita.
Segala sesuatu yang berlebih akan menyesakkan, menyumbat, mengganjal dan pada akhirnya akan terdesak keluar. Pecah ke permukaan. Maka keluarkanlah. Kosongkanlah. Karena sesungguhnya kosong itu adalah isi yang sesungguhnya.
Temui Dia, jatuhkan tubuhmu dikakinya, rendahkan dirimu karena senantiasa kita selalu meninggi tapi disaat yang bersamaan mengerdilkan roh kita. Kita senantiasa lupa, lupa bagaimana ‘merendahkan’ diri.

Berikan pinjaman, kurangi makanan badanmu
Biar tampaklah muka yang dulu tak terlihat matamu


Tubuh kita senantiasa berisi, bernutrisi, tapi seberapa banyak makanan yang kita beri ke jiwa kita, rohani, roh kita sehingga tidak jarang mereka kelaparan.
Kelaparan yang justru dapat membutakan semua ‘mata’ dalam diri kita.
Senada dengan syair lagunya Bimbo ‘bermata tapi tak melihat, bertelinga tapi tak mendengar’.
Jangan percaya semua yang terlihat dan dilihat oleh matamu, tapi pilihlah apa yang ingin kau lihat karena penglihatan itu akan bermakna berbeda tergantung dari cara kita melihatnya.
Maka tetapkanlah pilihan untuk penglihatanmu, agar tampaklah muka yang dulu tak terlihat matamu.

Sampai sekarang masih menunggu, menunggu waktu. Klise, tapi saatnya memberi kesempatan untuk memberikan waktu untuk dirinya sendiri. cuih, ngeq, plaaak.. ! DUARRR.. !

Akan Jadi Apa Diriku (Rumi)

                                                   
Aku terus dan terus tumbuh seperti rumput;
   Aku telah alami tujuhratus dan tujuhpuluh bentuk.
    Aku mati dari mineral dan menjadi sayur-sayuran;
    Dan dari sayuran Aku mati dan menjadi binatang.
    Aku mati dari kebinatangan menjadi manusia.
    Maka mengapa takut hilang melalui kematian?
    Kelak aku akan mati
    Membawa sayap dan bulu seperti malaikat:
    Kemudian melambung lebih tinggi dari malaikat --
    Apa yang tidak dapat kau bayangkan.
    Aku akan menjadi itu.


Satu karya lagi dari Rumi.
Suka bait kelimanya ‘aku mati dari kebinatangan menjadi manusia’
Memanusiakan manusia butuh waktu yang cukup lama, evolusi tidak terjadi hanya sekelebatan mata. Bahkan untuk menjadi manusia seutuhnya seperti kita sekarang tahapannya berabad-abad.
Tapi saya gak ngerti kenapa Rumi harus memakai angka tujuh ratus dan tujuh puluh, kenapa enggak nominal angka yang lain.

Dibait lainnya :elak
aku akan mati—apa yang tidak dapat kau bayangkan—aku akan menjadi seperti itu’

Kematian memang tahapan dalam kehidupan yang tidak ada satu manusia dapat bayangkan, dan semua makhluk pasti mati. Tapi apa maksudnya melambung lebih tinggi dari malaikat ? bukannya malaikat akan pergi ke tempat dimana nalar manusia pun tak akan mampu menjangkaunya ya? Atau ini merupakan gambaran yang diberikan Rumi akan masa depan, jauh terbang melintasi masanya.

Kelak (kita) manusia akan dapat terbang tinggi, dengan membaya sayap dan bulu seperti malaikat. Mungkin maksudnya ‘sayap’ dalam artian sayap sebenarnya seperti yang ada dipesawat. Dimasa depan (masa sekarang) manusia telah berevolusi melalui temuannya, mereka bahkan telah dapat menyentuh permukaan bulan. Sehingga tidak menutup kemungkinan jika manusia dapat melintasi luar angkasa sangat tinggi, menembus langit  seakan-akan 'melampaui' malaikat. Satu bayangan yang cukup sulit untuk dibayangkan ketika masa lalu (ketika Rumi mengarang puisi ini)
Mungkin?

Thursday, January 21, 2010

Aku adalah kehidupan, kekasihku (Jalaluddin Rumi)

Apa yang mesti kulakukan o Muslim? Kerana aku tak mengenal diriku.
Aku bukan Kristian, Yahudi, Majusi dan bukan pula Muslim.

Aku tak berasal dari Timur atau Barat, tidak dari darat atau lautan.
Aku tidak dari alam, atau angkasa biru yang berputar-putar.

Aku tidak dari tanah, air, udara atau api.
Tidak dari bintang zuhra atau debu, tidak dari kewujudan dan wujud.

Aku tidak berasal dari India, China, Bulgar atau Saqsin.
Tidak dari kerajaan Iraq atau Khurasan.

Aku tidak berasal dari dunia ini, tidak dari alam akhirat,
Tidak pula dari syurga atau neraka;

Tidak daripada Adam dan Hawa, atau Taman Eden dan Malaikat Ridwan
Tempatku tidak bertempat, jejakku tidak berjejak.

Aku bukan milik tubuh dan jiwa, aku milik jiwa Kekasih.
Kubuang dualitas, kupandang dua alam satu semata;

Satu sahaja yang kucari, Satu yang kukenal, kulihat dan kuseru
Dialah Yang awal dan yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin.

Satu puisi dari Rumi
Paling suka dengan bait yang ini 'tempatku tidak bertempat, jejakku tidak berjejak'
Mengingatkan saya dengan kematian.
Titik awal permulaan yang juga merupakan titik akhir kehidupan.
Mereka yang mati nanti hidup lagi, begitu juga yang hidup pasti akan mati.
Berapa banyak yang hidup tapi berasa mati, sementara yang mati senantiasa hidup dalam 'jiwa' yang berkehidupan.

Wednesday, January 20, 2010

pesan dari hewan peliharaan kita





suara kecil yang manis, yang kadang tak terdengar, tapi nyata adanya
untuk mereka yang memiliki atau akan memiliki hewan peliharaan diluar sana

suara mereka

1. tolong dengar aku bicara
2. bagaimanapun aku akan mendampingi kamu
3. tolong bawa aku sering bermain
4. jangan lupa pada perasaan ku
5. jangan pukul aku
6. kalau aku tidak mendengarkan mu, pasti ada alasan
7. kamu di sekolah atau diluar sana punya teman,
tapi teman ku hanya kamu (ini sedih banget )
8. ketika aku sudah tua, tolong baik-baik jaga aku (huwaaa)
9. hidupku sekitar 10 tahun, jadi hargailah waktu kita
10. jangan lupakan saat aku bersamamu, aku tidak akan melupakan saat
kamu bersamaku, ketika aku meninggal, aku minta tolong padamu untuk
berada disisi ku (ini sedih beneran )

  chip's (R.I.P)    










ditujukkan untuk my lovely furry friends




note :
dikutip dari sebuah forum terbesar di Indonesia

serie's of the unfortunate event's : basah kuyup, coklat, tumplek, byaaar.. PUOWL..!

          Terus terang judul blognya benar-benar terinspirasi dari karyanya Lemony Snicket ‘A series of the unfortunate event’s’. Jauh sebelum filmnya dibuat sama Hollywood dan dibintangi Jim Carey sebagai Count Olaf, saya udah terlebih dahulu jatuh cinta sama novelnya. Tapi apa yang saya ingin ceritakan ini benar-benar gak ada hubungannya sama cerita dari lemony sendiri. Cerita ‘kesialan’ ini terjadi sudah lama sekali.. kalo gak salah ketika saya SMP. Hari itu, hari senin dan cuaca sangat tidak mendukung bagi siapapun untuk bangun dipagi hari, mandi di air dingin serta langsung sarapan dan bergegas beraktifitas. Tidak seorang pun yang semangat, tidak terkecuali saya. Udaranya dingin, mendung bahkan hujan rintik.. benar-benar membuat malas.

          Tapi, setelah diobok-obok sama mama untuk bangun, akhirnya sayapun mandi, sarapan dan berpakaian putih-putih rapih untuk pergi ke sekolah dan upacara. Dan perjalananpun dimulai, ketika saya berdiri ditepi jalan menunggu angkot, mata saya pun tak lepas dari keadaan jalan yang dikelilingi kubangan coklat dimana-mana sambil berpikir (waduh, bahaya nih.., apa akibatnya ya kalo sampe kecipratan sama kubangan coklat, pekat kotor ini.. amit-amit jabang bayi..)
Tepat sebelum saya menyeberang jalan, sebuah bus besar jurusan ciledug-tanah abang warna hijau lewat dengan kencangnya wuuusshh.. ceprooot..! (siyal.. pikir saya dan tentu saja sejumlah umpatan dan sumpah serapah keluar hehe.., untung refleks saya cepet.. makanya gak kena cipratan dari bus jahanam itu.. huuuh.. kesialan pertama terlewat begitu saja pikir saya.. amien.. )

          Akan tetapi nasib rupanya berkata lain.. setelah saya selamat menyeberang untuk menunggu angkot ke sekolah, tepat sebelum mata saya sempat mencermati keadaan dan awas terhadap titik-titik mana saja kubangan jahanam itu berada, tepat dimana saya belum sempat mencari lokasi aman untuk selamat dari cipratan kesialan itu, peristiwa menjengkelkan itupun terjadi, cepat, dan tanpa diduga-duga sebelumnya. Ngeeeng, ceprooot, byaaar..! (sebuah angkot warna biru telor asin lewat, dan tanpa aba-aba baru saja memberikan saya mandi ‘besar’ dipagi hari yang gerimis itu).
Tau dong apa yang terjadi kalau satu set baju dan rok putih-putih terkena cipratan lumpur? Tentu saja warnanya jadi lebih bernuansa alami dan menjijikan. Cipratan yang terjadi benar-benar PUOWL mengenai seluruh badan dari ujung kepala hingga ujung kaki..! benar-benar SUKSES..! SALUT.. !   Astaga.. rasanya mau menangis saja dan masuk kamar gak keluar lagi, gusti, gusti.. 
 
oke, mungkin gambarnya terlalu didramatisir.. hehe..


         
          Udah rapi, wangi, ternyata harus belepotan dengan lumpur. Dan yang paling membetekan ialah perjalanan menuju rumah untuk membersihkan diri (perlu diingat ya keadaannya tuh masih hujan rintik dan mendung sekali), sepanjang perjalanan itu diisi dengan senyum getir dan wajah bete, sambil satu-persatu menjawab pertanyaan dari orang-orang dan tetangga yang melihat keadaan ‘tanned’ saya itu. ‘ya, ampun.. pritha kenapa ? kena cipratan mobil ya ? ya ampun, udah, udah.. pulang yaaa.. dibersihin..’ kata ibu-ibu tetangga yang saya kenal, belom lagi anak-anak SD yang menjengkelkan itu (sambil ketawa-ketiwi.. ) ‘ih, kecipratan ya kak ?!’.. siyal (pikirku.. huuuh..)

           Pas sampe rumah jam baru menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, ketok, ketok.. salam lekom.. bahkan mama belum berangkat kerja ketika saya pulang. Sambil setengah menganga, dia bilang ‘ya.. ampun, bajunya kenapa ?!’ trus saya pun laporan sambil berkaca-kaca (hiks.. mungkin akibat bete yang tak tertahankan) kecipratan mobil maaa.. huwaaa.. (menangis bete). Ya meskipun akhirnya saya dibolehkan untuk ‘libur’ pada hari itu sama mama, tetap aja betenya gak hilang sampe sekarang kalo ingat kejadian itu. Hahaha..